Sabtu, 13 Agustus 2011

Kiat Membahagiakan Orang Lain


Pertemuan dengan WajahBerseri-seri 

Sesungguhnya pertemuan antar sesama muslim adalah sebaik-baik pertemuan di muka bumi. Di dalamnya terkandung rasa cinta, keikhlasan, kejujuran dan kegembiraan. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam menekankan kepada kita akan pentingnya pertemuan. Beliau bersabda:
" Janganlah sedikitpun kamu menyepelekan kebaikan meski (hanya) dalam bentuk menjumpai saudaramu dengan wajah yang berseri-seri." (HR. Muslim).

Syaikh Ahmad Ad Daumi mengata-kan, sesungguhnya muslim yang sebe-narnya itu jika berjumpa dengan saudaranya wajahnya akan berseri-seri, senyumannya tulus, pandangannya berbinar, kata-katanya bisa membuat keceriaan , ia merasa bahwa cintanya amatlah dalam serta persaudara-annya sangatlah kuat. Seakan-akan mereka adalah ranting-ranting cabang dari pohon yang satu. Mereka tak ubahnya satu jiwa dalam banyak tubuh. Inilah hakekat kehidupan dan rasa persaudaraan yang benar.

Urwah bin Zubair berkata, hendaklah kamu memiliki wajah yang selalu berseri-seri dan tutur kata yang halus maka kau akan dicintai manusia serta kamu termasuk orang yang telah menjadi penderma bagi mereka.
Al Fudhail bin Iyadh berkata, pandangan muslim pada saudaranya dengan wajah yang menggambarkan perasaan cinta dan kasih sayang adalah ibadah.

Dan bukankah wajah ceria menandakan apa yang ada di dalam hati? Bila hati telah menyatu maka kebaikan akan dengan mudahnya mengalir dari kedua belah pihak. Masing-masingpun menjadi bahagia.


 

Saling Memberi Nasehat 

Memberi nasehat adalah bukti perhatian dan kecintaan seseorang kepada orang yang ia nasehati. Dalam komunitas masyarakat muslim, nasehat adalah kebutuhan muthlak, baik nasehat itu bersifat duniawi maupun ukhrawi. Bahkan dalam hadits riwayat Tamim Ad Dari disebutkan, Rasul ShallahuAlaihi wa Sallam bersabda:
"Agama adalah nasehat, kami bertanya untuk siapa wahai Rasulullah? Beliau menjawab, untuk Allah, RasulNya dan para pemimpin umat Islam serta orang-orang pada umumnya." (HR. Muslim)

Dan diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu Anhu bahwasanya ia berkata: :
"Aku berbai'at kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk mendirikan shalat, membayar zakat dan memberi nasehat kepada setiap muslim." (HR. Al Bukhari)

Dengan nasehat seorang muslim yang hendak melakukan kesalahan akan segera meninggal-kannya. Bila terlanjur melakukan-nya maka kesalahan yang dilakukannya tidak sampai menjadi kebiasaan.
Karena itu sering orang tidak bisa melupakan kebaikan kawan yang telah menasehatinya sehingga ia termasuk orang yang ta'at kepada Allah. Dan di situlah ia merasakan makna dan kebahagiaan pertemanan. Tetapi terkadang pula, nasehat bisa disikapi negatif, bahkan dibalas dengan kata-kata keji dan penganiayaan fisik. Untuk itu kita harus bersabar dalam menghadapi resiko memberi nasehat. (QS. 103:3)
 


Memenuhi Undangan 

Sungguh amat membahagiakan bila kita mengundang kawan dan kolega dalam suatu acara yang kita selenggarakan kemudian mereka datang. Sebaliknya akan sangat kita sesalkan dan bahkan menyakitkan bila mereka menolak datang. Karena itu, memenuhi undangan berarti membahagiakan orang lain, mematri hakekat persaudaraan dan menambah kecintaan sesama muslim. Di samping, ia juga pertanda kemurnian jiwa.

Untuk itu, ajaran Islam sangat menekankan pentingnya masalah ini. Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah Radhiallahu Anhu, bah-wasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sal-lam bersabda: "Bila di anta-ra kamu diun-dang makan maka penuhilah, bila menghendaki (untuk makan) maka ma-kanlah dan bila menghen-daki (untuk tidak makan) maka tinggal-kanlah (janganlah kamu makan)." (HR.Muslim)
Bahkan Ibnu Umar Radhiallahu meriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa tidak memenuhi undangan (yang dibenarkan syara') sebagai salah satu bentuk kemaksiatan kepada Allah dan RasulNya (HR. Muslim).

Karena itu, jika tidak ada udzur (yang dibenarkan syara') hendaknya kita menghadiri undangan. Memenuhi undang-an bisa menambah rasa cinta, kasih sayang dan ketulusan jiwa di antara sesama. Juga dapat bermanfaat untuk saling mengenal dengan sesama undangan lain.
 


Menjenguk Orang Sakit 

Di antara hak seorang muslim atas muslim lainnya -seperti ditegaskan dalam hadits riwayat Muslim- adalah bila ia sakit maka ia berhak untuk dijenguk. Hak adalah sesuatu yang harus dimiliki. Sebagaimana orang fakir miskin berhak atas sebagian harta orang-orang kaya. Maka orang sakit mesti dijenguk, sehingga mendapatkan hak-nya. Karena itu, akan sangat mulia bila lembaga-lembaga keagamaan atau sosial memperhatikan orang-orang sakit terutama dari kalangan fakir miskin dengan misalnya memberikan santunan obat-obatan, makanan bahkan membebaskannya dari biaya rumah sakit. Ada baiknya, hal ini diorganisir secara baik, ada anggota-anggota, para donatur dan giliran menjenguk secara berkelompok ke rumah sakit-rumah sakit yang ditentukan.

Bagi si sakit, dijenguk laksana mene-mukan oase (sumber air) di tengah gurun sahara kering. Rasa sakitnya akan sedikit terobati, apalagi bila yang menjenguk pandai menghibur dan memberikan harapan serta nasehat. Karena itu tak tanggung-tanggung, Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam mengumpamakan orang yang menjenguk si sakit dengan sabdanya:
"Sesungguhnya seseorang itu bila menjenguk saudaranya yang sakit senantiasa dalam khurfatul jannah sampai ia pulang. Ditanyakan, wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan khurfatul jannah itu? Nabi menjawab, memetik buah Surga yang telah matang." (HR. Muslim)
Begitulah, menjenguk orang sakit merupakan perbuatan yang dapat membahagiakan hati sesama muslim, dapat meringankan beban yang dideritanya dan mengingatkannya untuk tetap bersabar dengan ujian yang sedang dialaminya.
 


Tidak Menjadi BebanOrang Lain 

Termasuk yang dapat memba-hagiakan hati sesama muslim ialah tidak menjadi beban baginya dalam urusan apapun.
Karena itu, dalam hubungan antar sesama hendaknya kita selalu mengusahakan untuk bisa menolong dan membantu orang lain. Bukan sebaliknya, selalu menghujaninya dengan berbagai permintaan dan hal-hal yang membuatnya merasa sempit, tertekan dan merugi. Selalu menggantungkan kepada orang lain dan menjadi beban baginya adalah perbuatan tidak terpuji, bahkan lambat laun akan merusak hubungan kita dengan sesama.

Para salafus shaleh sangat menjaga diri untuk tidak merepotkan apalagi menjadi beban orang lain. Suatu ketika, Abu Bakar Radhiallahu Anhu sedang berada di atas untanya, tiba-tiba cambuknya terjatuh. Sahabat yang berada di bawahnya segera hendak mengambilkannya tetapi Abu Bakar mencegah. Ia kemudian turun dan mengambilnya sendiri karena tidak mau membuat repot orang lain.

Karena itu, Al Fudhail menasehatkan agar dalam bertemu dan mengunjungi saudara hendaknya kita tidak memberikan PR (pekerjaan rumah) baginya dalam suatu masalah. Maka tepat sekali ungkapan yang terkenal di kalangan orang-orang zuhud, janganlah kau ingini apa yang dimiliki orang lain, niscaya mereka menyayangimu. Kasih sayang dan kebahagiaan akan tercipta manakala kita senang menolong dan tak suka menjadi beban bagi orang lain.


Membayarkan HutangOrang Lain 

Hutang bisa membuat hati resah-gelisah. Karena itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memohon perlindungan kepada Allah agar dibebaskan dari lilitan hutang, dalam do'anya:
"Ya Allah sesungguhnya aku meminta perlindungan kepadaMu dari kekhawatir-an, kesusahan, kemiskinan, ketakutan, terabaikannya hutang dan tekanan orang lain." (Muttafaq Alaih)

Lepas dari hutang berarti kebahagiaan dan ketenangan hidup. Maka termasuk membahagiakan orang lain jika kita membayarkan hutang mereka.

Dalam kehidupan orang-orang shaleh dikisahkan, Masyruq pernah mempunyai hutang yang sangat banyak. Tetapi secara diam-diam Khaitsamah membayarkan dan melunasi hutang-hutang Masyruq sehingga ia terbebas dari lilitan hutang. Dan pada saat lain, Khaitsamah juga mengalami lilitan hutang yang amat banyak. Secara diam-diam pula Masyruq yang sudah membaik perekonomiannya melunasi seluruh hutang saudaranya tersebut.

Dengan membayarkan hutang orang lain berarti kita memudahkan kehidupannya juga keluarganya. Kita pun dengan demikian -insya'allah - akan dimudahkan Allah dalam kehidupan kita, baik di duniamaupun di akherat


.
Mendo'akan Orang Islam 

Di antara hal yang harus dimiliki oleh setiap muslim adalah rasa peduli kepada sesamanya dengan selalu mendo'akan mereka, baik yang masih hidup maupun mereka yang sudah meninggal, seperti berdo'a untuk dirinya sendiri. Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
"Doanya seorang saudara muslim untuk saudaranya muslim yang lain tanpa sepengetahuannya adalah tidak ditolak." (HR. Al Bazzar dengan sanad shahih)

Abu Darda' berkata, sesungguhnya aku benar-benar mendoakan 70 orang dalam satu sujudku, aku sebut nama mereka satu per satu.
Imam Muhammad Al Asfahani suatu kali pernah ditanya, siapakah saudara yang baik itu? Beliau menjawab, yaitu saudara yang sedih atas kepergianmu saat keluarga-mu yang lain membagi-bagikan dan bersenang-senang dengan harta warisanmu.. Ia berdoa untukmu di kegelapan malam, sedang dirimu berada dalam tanah basah. Marilah memperbanyak do'a untuk saudara-saudara kita sesama muslim. Bahkan meskipun mereka telah meninggal dunia.

Sesungguhnya masih banyak kebaikan yang dapat kita lakukan sehingga orang lain menjadi bahagia. Ukurannya adalah diri kita sendiri. Bila kita senang dengan suatu perlakuan -dan tentu ia tidak dalam hal maksiat kepada Allah- maka pasti orang lain akan senang pula dengan perlakuan yang sama. Itulah yang semestinya terus menerus kita lakukan sehingga dengan demikian kita menjadi penabur kebaikan dan kebahagiaan bagi orang lain di muka bumi ini. Semoga.


Majdi As Sayyid, bit tasharruf waz ziyadah

Bahaya Berfatwa Tanpa Ilmu

berfatwa adalah menjelaskan hukum Allah. Jadi merupakan ucapan yang derajatnya tinggi. Hal itu menuntut kepada ahlinya untuk menerangkan perkara-perkara agama yang belum jelas pada kebanyakan orang, dan menunjukkan kepada mereka jalan yang lurus. Oleh karena itu, derajat yang tinggi ini tidak dikemukakan kecuali dari ahlinya. Maka wajib atas hamba-hamba Allah untuk takut kepadaNya agar tidak berbicara kecuali dengan ilmu dan hujjah, agar mereka semua mengetahui bahwa hanya Allah-lah yang berhak membuat syariat untuk hambaNya. Tidak ada syariat kecuali syariat Allah di muka bumi ini. Tidak berhak seseorang menghalalkan sesuatu kecuali yang dihalalkan Allah dan juga tidak berhak mengharamkan sesuatu kecuali yang diharamkan Allah. Firman Allah Ta'ala:  "Dan janganlah kamu mengatakan terhadap yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta 'ini halal dan ini haram' untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah".(An Nahl: 116).

Termasuk kesalahan besar apabila seseorang mengatakan sesuatu itu halal, padahal dia tidak tahu hukum Allah tentang itu. Atau mengatakan sesungguhnya ini haram, padahal dia belum tahu hukum Allah tentang perkara itu. Atau mengatakan ini wajib, itu sunah, ini dari Islam, padahal dia masih samar dalam masalah tersebut. Hingga mungkin akan sebaliknya, apa yang dia katakan wajib, sebenarnya di sisi Allah tidak wajib. Dan yang dikatakan dari Islam, ternyata bid'ah, dan yang dikatakan bid'ah , justru itulah Islam. Jadinya kacau. Maka berbahaya sekali seseorang yang berfatwa tanpa ilmu, di mana dia akan sesat dan menyesatkan orang banyak, dan secara tidak langsung atau langsung dia telah menjadikan bagi Allah sekutu (dalam membuat syariat Islam). Firman Allah: "Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diijinkan Allah?" (Asy Syura: 21).

Apakah mereka tidak tahu, di saat memberi fatwa yang menyesatkan orang dengan menghalalkan yang diharamkan Allah atau mengharamkan yang dihalalkan Allah, bahwa dosanya akan kembali kepada mereka dari orang-orang yang tersesat dengan fatwanya yang tanpa ilmu tersebut ? Karena besarnya bahaya fatwa tanpa ilmu, maka Allah mensejajarkan perbuatan berkata/berfatwa atas nama Allah tanpa ilmu- itu, dengan syirik. Firman Allah Ta'ala: "Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui". (Al A'raaf: 33).

Sesungguhnya ada sebagian kaum muslimin yang karena keberaniannya, ketidakshalihan dan tidak adanya malu kepada Allah dan tidak takut kepadaNya, mengatakan sesuatu yang jelas haram, dia katakan makruh. Atau hal yang jelas wajib dia katakan sunnah. Entah karena kebodohannya atau karena kesengajaannya. Atau membuat keragu-raguan kepada kaum muslimin mengenai syariat Allah.

Sikap orang yang berakal dan beriman, takut kepada Allah dan mengagungkanNya dalam mengatakan sesuatu yang belum diketahui adalah dengan ucapan "Saya tidak tahu, akan saya tanyakan kepada yang lain". Sikap itu merupakan akhlaq orang yang sempurna akalnya, dan dengan demikian ia sendiri telah bisa mengukur dan mengakui seberapa kemampuannya.

Coba kita perhatikan sikap Rasulullah, seorang hamba Allah yang paling tahu tentang agama Allah- di saat beliau ditanya oleh para shahabat tentang roh dan tentang hari Kiamat. Apa jawaban beliau ? Beliau menunggu jawaban dari Allah yang berupa wahyu, dan tidak langsung dijawab dengan tanpa ilmu dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Firman Allah Ta'ala:
"Mereka menanyakan kepadamu tentang Kiamat: "Bilakah terjadinya ?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang Kiamat itu adalah pada sisi Rabbku, tidak seorangpun yang bisa menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia". (Al A'raaf: 187).

Untuk lebih jelasnya perhatikan perkataan Ibnu Mas'ud berikut ini: "Wahai para manusia, barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu yang dia ketahui, maka katakanlah (jelaskan). Dan barangsiapa yang tidak mengetahui tentang ilmu itu, maka supaya mengatakan, "Allah yang lebih tahu (Allahu a'lam)". Sesungguhnya sebagian dari kehati-hatian orang yang berilmu adalah mengatakan sesuatu yang belum diketahui dengan perkataan : "Allah yang lebih tahu".

Contoh Fatwa Tanpa Ilmu

Berikut ini sebagian dari contoh fatwa yang tanpa ilmu dan menyesatkan. Bahwasanya orang yang sakit dan pakaiannya kotor kena najis dan tidak mungkin untuk mensucikannya karena suatu hal, ada yang menfatwakan bahwa si sakit tersebut tidak perlu shalat sehingga suci pakaiannya.
Ini adalah fatwa bohong, salah dan bathil. Yang benar adalah, orang yang sakit tersebut tetap berkewajiban shalat, sekalipun di badannya ada najis yang tidak bisa dihilangkan, karena Allah telah berfirman: "Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu". (At-Taghabun: 16).

Jadi orang yang sakit bisa shalat sesuai keadaan dan kesanggupan dia mengerjakannya. Jika sanggup, dia shalat dengan berdiri. Jika tidak bisa shalat dengan berdiri, maka shalat dengan duduk. Jika tidak mampu dengan duduk, bisa shalat dengan berbaring dan berisyarat dengan kepalanya. Apabila tidak sanggup berisyarat dengan anggota badannya, sebagian orang yang berilmu mengatakan, bisa shalat dengan isyarat matanya. Apabila dengan matanya tidak bisa, berisyarat dengan hatinya, dan niat dalam hatinya itu mengerjakan perbuatan shalat (shalat dalam hatinya di waktu sudah tiba waktu shalat).

Dengan sebab fatwa yang bohong dan salah seperti contoh di atas (si sakit tidak perlu shalat sehingga suci pakaiannya), banyak kaum muslimin yang mati dengan meninggalkan shalat karena fatwa ini. Dan masih banyak lagi fatwa yang ngawur dan bohong dengan tujuan meraih popularitas di masyarakat atau untuk meraih kedudukan, jabatan, atau lainnya.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam mengingatkan kita dengan sabdanya:
"Barangsiapa mempelajari ilmu untuk bermegah-megahan di antara ulama' atau untuk membantah orang-orang bodoh, atau untuk mengambil simpati orang banyak kepadanya, maka ia akan dimasukkan ke dalam Neraka".(HR. Turmudzi).

Umat ini butuh kepada ulama di setiap waktu dan tempat. Karena umat tanpa ilmu dan ulama' akan hidup dalam angan-angan, kerusakan dan kegelapan. Jadi dengan adanya fatwa-fatwa dari sebagian orang yang dianggap ulama', dengan fatwa-fatwanya yang tanpa ilmu, maka akan sirnalah harapan umat untuk mendapatkan penuntun adil di dunia ini, untuk mengantarkan mereka agar selamat di hari Kiamat nanti.

Seseorang dianggap ulama' karena kematangan ilmunya dalam agama. Dan seorang ulama' yang benar-benar ulama', tidak akan berfatwa tanpa ilmu, atau dengan hawa nafsunya. Karena mereka penerus dan pewaris da'wah para Nabi.
Semoga umat ini diselamatkan oleh Allah dari fatwa-fatwa yang bohong, menyimpang dan bathil. Amin. (Abu Habiibur Rohman).

Sumber: Kitabul Ilmi, Kitab Tauhid, Minhajul Qosidin.
Oleh : Al-Sofwah

Ekstrim Dan Berlebihan Memuji Orang-Orang Shalih



Berlebih-lebihan dalam mengagungkan orang shaleh baik dengan perkataan maupun keyakinan sering disebut dengan istilah al-ghuluww fis shalihin. Hukumnya adalah haram karena menyebabkan kekufuran, kesyirikan dan meninggalkan agama Islam. Ghuluw termasuk dosa besar yang bisa merusak Tauhid Uluhiyah, bahkan menghilangkan syahadat "laa ilaaha illallah".

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al-Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampai-kan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan:"(Ilah itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu." (QS. 4:171)
Ayat ini melarang berlebih-lebihan mengangkat makhluk melebihi porsinya, sehingga keluar dari kedudukan-nya sebagai makhluk dan menempatkan pada posisi khaliq, Illah dan Dzat yang disembah, padahal ini suatu yang tidak patut kecuali hanya bagi Allah Subhannahu wa Ta'ala semata.

Kedurhakaan atau kemaksiatan ini merupakan dosa yang terbesar karena melecehkan kedudukan Allah dan dia mendhalimi diri nya sendiri, juga karena sangat salah menempatkan mahkluk sejajar dengan Allah Subhannahu wa Ta'ala, itulah yang disebut dengan syirik. Kelancangan ghuluw menganggap ada hak-hak khusus Allah Subhannahu wa Ta'ala yang dimiliki oleh satu makhluq atau beberapa makhluq, atau salah dalam menyandarkan sesuatu kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala, seperti mengatakan anak Allah, Khalifatullah (pengganti Allah) dsb. Juga berlebihan dalam mengangkat mahkluq tersebut.

BEBERAPA BENTUK GHULUW TERHADAP ORANG SHALEH

1. Mengangkat Nabi atau mahkluq sebagai anak Allah Subhannahu wa Ta'ala

Padahal jelas Allah Subhannahu wa Ta'ala Dia Tuhan Yang Maha Esa tidak beranak dan tidak diperanakan. Jenis ghuluw ini sebagai-mana yang dilakukan oleh kaum Nashara terhadap Nabi Isa i dan Yahudi terhadap Nabi Uzair i. Sehingga hati mereka menjadi keras dan kebanyakan berbuat fasiq. Untuk itu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda, artinya:
"Jangan kalian berlebih-lebihan memujiku sebagaimana kaum Nasroni memuji (Isa i) putera Maryam, sesungguh-nya aku hanya seorang hamba maka katakan; hamba Allah dan utusanNya" (HR. Al-Bukhari)

Karena sikap ghuluw ini kaum Nashara dan Yahudi selalu memohon doa kepada nabi mereka, yang berarti telah menjadikannya sebagai Tuhan. Untuk meluruskan keyakinan dan ibadah mereka yang salah itu, Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, artinya:
"Al-Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelum-nya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan." (Al-Maidah: 75)

2. Beritikaf dikuburan orang shalih

Mereka berdiam khusyu' berdo'a (i'tikaf) di kuburan-kuburan adalah karena betul-betul mengagungkan dan mencintai orang saleh yang telah meninggal tersebut, ini berarti beriba-dah kepada mereka, bahkan syirik, sebab i'tikaf itu hanya kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan tempatnya di masjid. (Demikian riwayat Imam Al Bukhari dan Ibnu Jarir yang ditegaskan oleh imam Al Hafidh As Sakhawi)

3. Membuat patung dan gambar orang shalih

Setelah sekian lama orang-orang shalih tersebut diangungkan dalam kubur saja, akhirnya mereka merasa perlu menggambarkan rupa patungnya (monumen), untuk teladan mereka, peringatan dan kenangan atas amal-amal shalihnya, agar dapat berjuang seperti dia, mereka juga menyembah Allah Subhannahu wa Ta'ala disisi kuburan orang saleh tersebut. Setelah mereka meninggal dan generasi berikut tidak tahu menahu asal muasalnya maka syaithan membisikkan kepada generasi baru ini bahwa nenek moyang mereka senan-tiasa mengagungkan dan menyembah patung-patung tersebut. Berhala-berhala itu disembah setelah hilang ilmu dengan meninggalnya generasi tua mereka. Kasus ini sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh yang memuja berhala-berhala orang-orang shaleh. (lihat Fathul Bari 8: 851-853)

4. Membangun kuburan dengan indah

Jika tujuannya ingin menghormati orang shaleh tersebut, maka cara yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam, adalah dengan mendo'akan, mewarisi ilmu, amal jariah dan mengamalkan-nya, bukan membangun kuburannya.
Sahabat Jabir Radhiallaahu anhu berkata: "Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam melarang mengapur (menyemen) kuburan, duduk di atasnya dan membangun bangunan di atasnya." (HR. Muslim)

5. Berdoa disamping kuburan mereka

Sungguh Rasullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam memohon kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala jangan sampai kuburan beliau Shallallaahu 'alaihi wa Salam dijadikan tempat berdo'a. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda, artinya: "Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah." (HR. Malik dan Ahmad).
Jangankan setelah wafat, disaat masih hidup pun beliau Shallallaahu 'alaihi wa Salam tetap melarang keras, isti'anah maupun istighasah yang ditujukan kepada beliau Shallallaahu 'alaihi wa Salam karena itu semua hanya hak Allah semata. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam menegaskan bahwa itu semua bukan haknya.

6. Memohon syafa'at, wasilah, istighotsah, isti'anah dan pertolongan-pertolongan lain kepada mereka.

Padahal semestinya hanya menjadi hak Allah Subhannahu wa Ta'ala ; seperti rizki, kesehatan, nasib, jodoh, keselamatan hidup dan mati. Permohonan kepada mereka begini sudah termasuk syirik sebesar-besarnya sebab Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam sendiri melarang sahabat-sahabat memohon istighotsah (pertolongan) pada diri beliau Shallallaahu 'alaihi wa Salam , padahal beliau masih hidup.
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda, artinya: "Sesungguhnya istighatsah itu tidak (boleh dimintakan) kepadaku, tetapi istigha-tsah itu kepada Allah." (HR. Ath-Thabrani)

7. Mencari barokah pada bekas tempat duduk atau kuburan mereka

Padahal para sahabat Radhiallaahu anhum tidak pernah melakukan yang demikian kecuali pada anggota tubuh atau bekas Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam disaat beliau masih hidup. Setelah beliau wafat para sahabat tidak melakukannya lagi. Mereka tidak berwasilah kepada beliau Shallallaahu 'alaihi wa Salam , dan tidak mencari barokah dikuburan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam .
Para sahabat juga tidak mencari barokah kepada khalifah Abu Bakar Radhiallaahu anhu atau Amirul Mukminin Umar bin Khattab Radhiallaahu anhu dan lain-lainya.

8. Menganggap bahwa orang-orang shalih itu mengetahui urusan ghaib

Ini satu kebohongan yang dibuat-buat oleh syaithan, sebab ilmu ghaib hanya hak Allah Ta'ala, dan sedikit sekali yang diberikan keapda manusia, yaitu hanya kepada Rasul Nya saja, sebagai bukti Risalah (Mukjizat).
Allah Subhannahu wa Ta'ala Berfirman, artinya: "(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu." (QS. 72: 26)
"Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya." (QS. 72: 27)

9. Menganggap pendapat, adat istiadat, atau hasil pemikiran orang shalih itu lebih baik dan benar daripada syari'at Rasul Shallallahu alaihi wasalam

Allah mencela kebiasaan mereka yang taklid jumud dan takabur bila diperingatkan dengan syari'at Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Salam.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah". Mereka menjawab: "(Tidak) tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk". (QS. 2:170)

10. Menganggap bahwa orang shalih itu dapat terlepas dari hukum syari'at Rasulullah , atau dapat membuat syari'at dan hukum sendiri

Ghuluw yang demikian telah keluar dari agama Allah, Al-Islam. Sebab Allah Subhannahu wa Ta'ala mengancam mereka, artinya: "Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. 4:65)
"Barangsiapa yang tidak memutus-kan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS. 5:44)
"Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim." (QS. 5:46)
"Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik." (QS. 5:47)

Atau menganggap mereka bisa membuat hukum atas nama Allah, atau merubah hukum Allah. Padahal ghuluw yang demikian disebut telah menyem-bah (menjadikan) mereka sebagai Tuhan, seperti perbuatan dan sikap kaum ahli kitab terhadap para pemimpin agama mereka.
"Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb ) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan." (QS. 9:31)

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda kepada Ady bin Hatim seorang ahli kitab yang masuk Islam, karena ia menyangkal ayat di atas:
"Tidakkah mereka itu mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah, lalu kamu pun mengharamkannya, dan tidakkah mereka itu menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah, lalu kamu pun menghalalkannya?' Ia berkata, 'Ya'. Maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda : 'Itulah ibadah (penyembahan) kepada mereka'." (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Jarir dan lainya)

Sebagai penutup marilah kita merenungkan wasiat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam, ketika sebagian sahabat berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah! Wahai orang terbaik diantara kami! Dan putera orang yang terbaik di antara kami! Wahai sayyid (penghulu) kami dan putera penghulu kami!' Maka seketika Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda, artinya: "Wahai manusia, ucapkanlah dengan ucapan (yang biasa) kalian ucapkan! Jangan kalian terbujuk oleh syaithan! Aku (tak lebih) adalah Muhammad, hamba Allah dan rasulNya. Aku tidak suka kalian menyanjungku diatas derajat yang Allah berikan kepadaku!" (HR. Ahmad dan An-Nasa'i). ( Waznin Mahfuzh )

Selasa, 09 Agustus 2011

kecantikan yang sebenarnya



Setiap manusia pasti merasa senang apabila memiliki bagus rupa atau pun cantik rupa, namun seringkali itu dijadikan suatu kesombongan hingga merasa diri paling sempurna, bukankah pada akhirnya jasad hanya akan menjadi santapan cacing tanah.

Bagus rupa atau cantik rupa itu hanyalah sebuah cobaan untuk dirinya, bisakah kita menjaganya atau malah terjerumus dalam kehinaan.

Dan kecantikan yang sebenarnya adalah kecantikan bathin atau kecantikan hati yang bisa mengalahkan kecantikan lahir.

Seorang penyair mengatakan tentang sebuah kecantikan:
"Kecantikan rupa tidak menggembirakan hatiku sebagaimana kecantikan jiwa yang menggembirakan hatiku."

Kecantikan terdapat macamnya antara lain:
-Kecantikan rohani dapat meringankan penderitaan.
-Kecantikan jiwa dapat memudahkan persoalan.
-Kecantikan akal budi dapat mewujudkan keberuntungan.
-Kecantikan rupa sungguh amat melelahkan.

Jadi walaupun kita tidak memiliki rupa yang bagus/cantik bukanlah suatu masalah, justru yang jadi masalah kalau kita tidak memiliki bagus/cantik rohani, jiwa, akal budi dan hati, karena itu akan merugikan diri kita.

Mari sahabat kita mencoba untuk mendapatkan kebagusan/kecantikan tersebut.

Sabtu, 06 Agustus 2011

so hurt



ku menangis lagi dalam senyum...
ku ter sendiri lagi dalam keramaian...


aku...
aku sakit...
aku tersendiri...
aku ingi di mengerti


tapii...
semua hanya erlalu pergi.. tanpa mau tau hati ini
aku sungguh tersakiti..


aku ingin melebarkan senyuman di bibir
namun tangisan sll hadir mewarnai diri,


aku lelah dengan segala keegoisan


tak banyak inginku..
aku hanya ingin di mengerti..
aku ingin kau tau isi hati ini
perasaan ini
dan jiwa ini
tak banyak mauku..
aku hanya ingin kamu mendahulukan aku dari pada kawan2 mu..


taukah kamu isi hati ini?


aku cemburu dengen kawan kawan mu.
aku tak mau kau nomor duakan,karna kawan2 mu.
aku ingin kamu utuh brsamaku...
bukan dengan kawan2 mu..
aku inin bersamamu..
aku tak ingin kamu asik bersama kawan mu sedang kamu biarkan aku sendirian..


sungguh sakit hati ini jika harus tersendiri sdang kau tertawa riang dengan kawan2 mu


tolong...
tolong... 
tolong..


mengertilah isi hati ini.


ku mohon,,,,,
jangan biarkan aku tersendiri lagi di dalam keramaian.

Jumat, 05 Agustus 2011

cermin diri




Saat kutatap wajah dalam cermin
Gerangan siapa diriku ini
Akukah yang sombong nan angkuh?
Tak pernah berkaca dalam dada

Tak kusadari Aku larut dalam kehidupan dunia ini
Seakan mata hati, pikiran dan seluruh jasadku
Hanya mengejar kehidupan yang fana ini
Dan kini, saat kuterbangun dari kehancuran

Ya Tuhanku
Tubuhku terhempas lemas
Butiran airmata pun jatuh meratapi penyesalanku
Tuhan beri aku sedikit waktu
Tuk menghapus dosa yang telah kulakukan

CURAHAN HATI KU TENTANG SUAMIKU


Assalamualaikum sahabat blogger...

Bagiku
Harta yang paling berharga adalah keluarga
Permata yang paling indah adalah keluarga

Ya, banyak orang yang memimpikan ingin punya keluarga
anehnya banyak orangbelum juga berkeluarga atau gagal dalam
membina keluarga, itulah problematika hidup manusia di dunia . Kita berencana Tuhan berkehendak lain, tapi kita harus yakin Tuhan lebih tahu apa yang terebaik untuk kita.

     dan pasti juga kalian pernah bermimpi untuk mendapatkan pendamping yg sholih maupun sholihah...
mengarungi kehidupan dengan orang yg kita cintai... yg kita sayangi....
mempunai seorang suami yang mengerti/istri yg mau mengerti tentang kita, mau menerima kita apa adanya...

seperti aku yg sll mendambakan suami yg baik hatinya dan mau menerimaku apa adanya,,, bukan hanya kelebihanku tapi juga kekurangan ku, karna diri ini banyak kekurangannya dari pada kelebihannya...

dan alhamdulillah,,, ana sekarang tlah di beri seorang suami yang..... 
       subhanallah.....
takkan pernah ada suami yang sebaik dan setabah suamiku.... dia dengan telaten ngerti'in sifat aku yang sangat kekanak2an. walau kadang sering kali aku ngambek, tapi dia tetap sabar ngadpin aku.
dia benar2 suami yang luar biasa.....
tak pernah aku temui laki2 seperti dia....
sungguh dia benar2 telah menarik sluruh hati dan jiwaku....

          kini bukan nama mantanku lagi yg merajai hati ini,,, mlainkan nama suamiku,,,
bukan nama mantan aku lagi yang aku sebut namanya dalam tidurku... namun nama suami aku,,,
bukan sesosok mantan aku lagi yg aku rindukan lagi,, namun sesosok suamiku tersayang,yang selalu aku rindukan kasih sayangnya dlm hidupku....

        dia sungguh laki2 yng sempurna dlm hidupku...
dia rela korbankan apapun untukku,,,
dia rela lakukan apapun untukku....
sungguh aku adalah wanita yg paling beruntung di dunia ini karna tlah memiliki dia,, (suamiku tercinta)
     
      ya Allah.... jgalah suamiku ketika dia seda tak di smping ku...
karna aku sangat sayang dia..
sungguh... aku mencintainya buka karna materi atau ketampanannya...
aku mencintainya karna Engkau ya Allah....

   ”Ya Allah, kabulkanlah apa yang dimohon suamiku. Ya Allah, mudahkanlah yang diusahakan suamiku. Ya Allah, karuniakanlah rizki yang tak disangka-sangka datangnya untuk suamiku. Ya Allah, jadikanlah keluarga kami sakinah, mawaddah dan rohmah." 
 
Ya Allah, anugerahilah kami rizki berupa putra dan putri yang sholeh-sholihah.” Dan masih banyak lagi do’a-do’a pengiring rasa syukurku. Duhai Allah, Maha Suci Engkau yang telah menjadikanku seorang istri. 

Dan Ya Allah... hilangkanlah segala musibah2 yng akan terjadi padanya,,, lindingilah dia selalu ya allah....
karna aku tak mau kehilangan dia walau hana se detik...
aku tak mau di tinggalkannya walau hanya semenit.
karna hanya dia seorang yng bnar2 ngerti'in aku melebihi orang tuaku....

dia lelaki hebat yg ada dlm hidupku...
dan jagalah dia untukku selamanya Ya Allah....
jagalah dia untukku hingga hembusan nafas terakhirku ya Alah....

amiin amiin amiin ya robbal alamiin....

(teruntuk suamiku)